Jumat, 28 Desember 2012

wisata kab. kebumen

Waduk Wadaslintang

Waduk Wadaslintang - Kab. KebumenWaduk Wadaslintang, merupakan objek wisata yang cukup unik. Karena letaknya diperbatasan Kabupaten Kebumen dan Wonosobo. Daerahnya berudara sejuk, dengan panorama alam pegunungan di sekitarnya yang begitu alami. Sehingga cocok sebagai tempat rekreasi bagi kawula muda maupun keluarga.

Disebut menarik, karena sebagian genangan air masuk wilayah Wonosobo. Sungai utama yang dibendung yakni Sungai Bedegolan. Sedangkan sekitar 113 ha, termasuk kantor dan lokasi bendung, PLTA beserta dua saluran induk masuk ke Wilayah Kebumen.

Pada hari Minggu dan hari-hari libur, dipastikan padat oleh hadirnya wisatawan domestik. Bagi yang berhobi berat memancing sangat cocok, karena berkemah di alam bebas, situasinya sangat cocok.

Waduk Wadaslintang dibangun cukup lama, sekitar 7 tahun. Arealnya di lembah yang cukup curam tapi pemandangannya mengasyikkan. Tanah yang diperlukan untuk kawasan waduk tersebut mencapai 2.626 ha. Sehingga pada awal pembangunannya harus memindahkan sekitar 7.000 penduduk di perbatasan Kabupaten Kebumen-Wonosobo di eks Karesidenan Kedu. Genangan airnya mencakup sembilan desa di sana.

Waduk Wadaslintang dilaksanakan oleh kontraktor Hydro Resource Coorporation Filipina, bekerja sama dengan PT Brantas Abipraya. Mulai dikerjakan tahun 1982, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto awal tahun 1988.

Konstruksi beton bendungan tersebut dikagumi banyak pakar dari negara asing, dan diproyeksikan mampu berusia sampai sekitar 200 tahun. Waduk Wadaslintang termasuk cukup dalam. Tinggi bendungan 116 m lebar 10 m dan panjang 650 m, berisi air maksimal 443 juta M3.


Kini, Waduk Wadaslintang benar-benar tidak saja berfungsi sebagai tempat wisata. Tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk olah raga air, serta yang lebih utama manfaatnya di bidang irigasi. Sebab, waduk tersebut mampu mensuplai kebutuhan irigasi bagi areal persawahan di daerah Kebumen dan Purworejo seluas 30.345 hektar sepanjang tahun. Dampak langsung mampu memberikan tambahan hasil sekitar 210.000 ton beras setahun.

Untuk menuju ke objek wisata Waduk Wadaslintang, saran angkutan cukup mudah. Sebab, jalur Kebumen-Wonosobo lewat Wadaslintang dilayani angkutan umum jenis minibus. Dengan jalan yang berkelok dan udara sejuk, cukup menjadi daya pikat tersendiri.

Dari Kota Prembun di Kebumen hanya sekitar 8 km ke utara. Jalannya beraspal hotmix dan tersedia angkutan umum. Sekitar kawasan genangan waduk dan objek wisatanya banyak dilindungi pepohonan rindang. Karena merupakan kawasan hutan pinus dan hutan milik perhutani, serta sebagian tanah dan permukiman penduduk.

Pengelolaan objek wisata air itu dilakukan bergiliran. Mengingat lokasinya di dua Kabupaten. Maka dua daerah, Kebumen dan Wonosobo sepakat mengelola berbarengan. Setahun dikelola Wonosobo, tahun berikutnya dikelola Diparta Kebumen, dan begitu seterusnya.

Salah satu kelebihan objek wisata Waduk Wadaslintang seperti disebut tadi, yakni kondisi alam sekitar yang mempesona. Bahkan setelah saluran induk ke bawah sampai Sungai Pejengkolan, mengalir air cukup bagus. Di bagian bawah kini dibangun Bendung Pejengkolan.

Debit airnya sepanjang tahun tetap, karena bisa diatur dari pintu turbin PLTA. Sehingga sangat cocok untuk olah raga petualang seperti arung jeram.

Bahkan dari ekspedisi para mahasiswa Pecinta Alam Psikologi (Palapsi) UGM Yogyakarta, terbukti arung jeram di Sungai Bedegolan sampai Pejengkolan terbaik di banding sungai besar di Pulau Jawa. Karena airnya bersih, sepanjang aliran arusnya menghasilkan perpaduan jeram yang memutih kebiru-biruan dengan batu-batu besar, serta alam pedesaan sekitarnya yang menghijau.

Pemandian Air Panas Krakal

Air Panas Krakal - Kab. KebumenObyek Wisata di Kabupaten Kebumen, cukup banyak aneka ragamnya. Ada Obwis (obyek wisata) Pantai atau laut, gua, Wadhuk atau bendungan, Wisata Kebumian dan yang terakhir adalah Obwis Pemandian Air Panas Krakal. Obwis ini bisa dikatakan sebagai Wisata Medis, karena orang yang datang ke tempat tersebut adalah untuk berobat.

Penyakit yang bisa diobati di sini memang khusus, yakni penyakit kulit. Tetapi, kenapa harus mengobati penyakit kulit saja kok harus di PAP (Pemandian Air Panas), ada baiknya kalau menyimak sedikit legenda yang terjadi di Obwis tersebut.

Menurut cerita orang tua, sekalipun bukan cerita baku, tetapi di tempat tersebut pernah ada suatu keajaiban. Konon, ada seorang dari keluarga Kerajaan dari Kartosuro, namun siapa nama yang menderita penyakit kulit. Sudah banyak tabib dan orang pintar lain yang dimintai tolong, tetapi semuanya tak bisa menyembuhkan.

Tentu saja, keluarga Raja tersebut menjadi bingung. Akhirnya diputuskan untuk melakukan semedi atau bertapa. Dalam keheningan semedinya ini terdengar lamat-lamat ada suara yang tak tahu dari mana asal suara tersebut. Namun suara tersebut sangat jelas, bahwa penyakit kulit yang diderita keluarga Keraton tersebut bisa disembuhkan.

Syaratnya, orang yang dimaksud harus dimandikan di sebuah sungan yang katanya diberi nama Kali Asin. Namun dalam ilham atau wisik tersebut tak dijelaskan dimana tempatnya. Untuk keperluan tersebut, Pangeran Juru mendapat perintah untuk melacak tempat yang dimaksud, yakni tempat penyembuhan penyakit kulit yang diderita keluarga Keraton Kartosuro.

Benteng Van Der Wijck

Benteng Van Der Wijck - Kab. KebumenBenteng Van Der Wijck merupakan salah satu peninggalan colonial Belanda yang berada di Kompleks Secata A (Sekolah Calon Tamtama A) Gombong beralamat di jalan Sapta Marga Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Benteng ini seluruhnya terbuat dari batu bata merah dan memiliki ciri – ciri khusus yang berbeda dengan benteng – benteng lain peninggalan Belanda di Indonesia. Di Benteng inilah Soeharto mantan Presiden Indonesia ke 2 pernah di latih kemiliteranya.

Gua Jatijajar

Gua Jatijajar - Kab. KaranganyarKompleks Gua wisata baik gua alam maupun buatan yang terletak sekitar 42 km barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluas 5,5 hektare. Objek wisata ini telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat parkir, peturasan, tempat bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko cindera mata.

Kompleks Gua Jatijajar mencakup Gua Jatijajar, Gua Dempok, dan Gua Intan. Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas permukaan laut. Sistem pergunaan berkembang pada kehadiran fosil-fosil seperti Lepidocylina sumatrensis Brady, L. elegans Tan dan Cycloclypeus annulatus Martin selain menunjukkan umur batuan juga sekaligus menciri lingkungan asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai kedalaman maksimum 60 m.

Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat sekarang.

Gejala endokars ini mempunyai mulut gua yang berbangun melengkung tinggi dan lebar. Pada dinding pintu masuk sebelah kanan tersingkap sisa endapan sedimen gua yang kaya fosil moluska. Beberapa spesies grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik pada lapisan lempung pasiran berwarna coklat tua. Sedimen berfosil ini dapat dikorelasikan dengan sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Gua Intan. Sediman di dalam Gua juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa meter dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen gua ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong utama masuk gua, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu masuk gua dipenuhi oleh tulisan nama-nama pengunjung. Gravity yang paling tua tertanggal tahun 1805.

Pembentukan kanopy di dekat pintu masuk Gua Jatijajar menunjukkan adanya sungai bawahtanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun yang lalu. Proses pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering, karena air mencari permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih rendah. Sungai bawah tanah yang masih aktif di dalam Gua Jatijajar tersingkap melalui beberapa sendang, yang letaknya berkisar antara 1-3 m di bawah lorong fosil utama.

Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam sungai bawah tanah yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu Jombor dan Puserbumi tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali mendapat ijin dari pengelola kawasan wisata. Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempesona dijumpai di dalam lorong gua dibalik sifon. Lorong gua sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong gua di bawah gua Jatijajar ini disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Gua Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah.

Lubang-lubang di dasar gua di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas penambangan fosfat guano. Ornamen gua (stalaktit, stalakmit, pilar, flowstone) umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat terdapat tetesan dan leleran air melalui ujung-ujung stalaktit. Sebuah lubang di atap gua setinggi 24 m dari dasar gua, tidak jauh dari pilar besar berbangun membundar yang masih aktif, mengungkap sejarah penemuan gua pada tahun 1802 oleh Djayamenawi, Petani tersebut terperosok ke dalam gua melalui lubang yang ada dipermukaan, dan setelah tanah yang menutupi lorong dibersihkan ia menemukan lubang masuk, yaitu mulut gua sekarang.

Lorong Gua Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata 15-25 m, dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975, disepanjang lorong gua ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden Kamandaka. Di luar Gua menggambarkan kepurbaan Gua Jatijajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar